Kaligrafi “Tahiyyat” dan Pentingnya Tauqi’ (tanda tangan) pada Karya Kaligrafi

Bagikan

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp

 

          Masyarakat Indonesia, khususnya pecinta kaligrafi Islam/khat tentu sudah tak asing dengan kaligrafi figural membentuk orang yang sedang tahiyyat yang bertuliskan dua kalimat syahadat. Karya tersebut sangat populer dan familiar bagi kita semua. Karya dengan bentuk yang khas dan indah ini banyak digunakan untuk kebutuhan dekoratif seperti stiker, ukiran, hiasan dinding dll. Mungkin diantara kita para pelajar kaligrafi juga pernah menjadikan karya ini sebagai referensi ketika belajar.

 

Banyak dari kita mungkin belum tahu mengenai siapa sebenarnya penulis asli karya kaligrafi tersebut. Penulis sendiri sebelumnya tidak tahu persis mengenai siapa penulisnya, walaupun sebenarnya kita bisa mengidentifikasi penulis karya kaligrafi melalui tauqi’ (tanda tangan) yang biasanya dibubuhkan pada ruang kosong atau di bawah karya. Namun, banyaknya para pegiat kaligrafi yang meniru karya ini tanpa menyertakan tauqi’ penulis aslinya membuat karya ini sulit untuk diidentifikasi siapa seniman dibalik karya legend ini.

Misteri bagi penulis mengenai siapa sebenarnya penulis asli “kaligrafi tahiyyat” ini akhirnya menadapat titik terang ketika tanpa sengaja penulis melihat-lihat karya dalam kitab Mushowwar al-Khat al-Arabi karya Naji Zainuddin. Dalam kitab tersebut terdapat foto karya kaligrafi ini–yang ternyata tidak hanya berbentuk figur orang yang sedang tahiyyat dalam sholat, tetapi juga disertai tulisan kaligrafi Diwani dan Naskhi mengelilingi figur tersebut–yang disertai keterangan karya dan disebutkan bahwa penulisnya adalah Walid al-A’dzami. Bisa kita lihat juga pada foto karya ini tauqi’ dan tahun pembuatan karya. Tertulis pada karya tersebut:

كتبها الفقير الى الله وليد مهدي /1970 M)١٣٩٠(

Biografi Khattat Walid al-A’dzami

Walid al-A’dzami adalah seorang yang multitalenta. Disamping kaligrafer, beliau juga seorang sejarawan, sastrawan, dan penyair. Nama lengkapnya adalah Walid bin Abdul Karim bin Ibrahim bin Mahdi al-A’dzami. Lahir di A’dzamiyyah, Baghdad Irak pada tahun 1930 M dan wafat pada tahun 2004 M.

Dalam bidang khat, beliau belajar khat dan zuhrufah kepada Majid Ayral (Majid bin Zuhdi) di institut seni rupa Baghdad, menjadi rekan khattat Hasyim Muhammad kurang lebih selama 20 tahun, dan memperoleh Ijazah khat dari khattat Muhammad Ibrahim, Muhammad Tahir Kurdi al-Makki, dan Amin Bukhari (penulis kiswah ka’bah).

Tauqi’ (Tandatangan) pada Karya Kaligrafi

Dalam ilmu kaligrafi, Tauqi’ merupakan nama salah satu jenis khat dari Aqlam as-Sittah (Enam jenis khat yang berkembang di Baghdad: Tsulus, Naskhi, Tauqi’, Riqa’, Muhaqqaq, Raihani). Khat Tauqi’ biasanya dipadukan dengan khat Riqa’ dalam sebuah karya kaligrafi. Di era Turki Utsmani, khat Tauqi’ banyak digunakan untuk menulis teks-teks ijazah hingga kemudian khat jenis ini lebih dikenal dengan nama khat Ijazah.

Selain menjadi sebuah nama untuk salah satu jenis khat, istilah tauqi’ juga umum digunakan dalam bidang kaligrafi sebagai tanda tangan pada suatu karya. Layaknya sebuah lukisan, karya kaligrafi juga terdapat tanda tangan/tauqi’ sebagai “watermark” yang menunjukkan identitas pencipta karya. Lebih lanjut, tauqi’ pada karya kaligrafi juga berfungsi sebagai tanggung jawab keilmuan kaligrafer. Oleh karena itu, tauqi’ pada karya kaligrafi sangat beragam untuk menunjukkan teknik pengerjaan karya dan jenis karya yang ditulis, seperti:

حرره فلان، كتبه فلان، نمقه فلان، سوده فلان، رسمه فلان

Yang menunjukkan bahwa karya yang ditulis merupakan karya asli sang kaligrafer dengan menggunakan teknik tertentu,

مشقه فلان

Yang menunjukkan bahwa tulisan yang ditulis merupakan sekedar latihan, atau untuk contoh bagi murid sang kaligrafer, dan

قلده فلان، حاكاه فلان

Yang menunjukkan bahwa karya yang ditulis merupakan hasil meniru/taqlid dari tulisan orang lain atau karya master kaligrafi.

Beragamnya klasifikasi tauqi’ pada karya kaligrafi untuk memberikan keterangan bagi publik dan sebagai tanggung jawab keilmuan tersebut menunjukkan bahwa para kaligrafer terdahulu sangat memperhatikan nilai-nilai dalam berkaligrafi sampai pada hal-hal kecil. Agaknya budaya seperti inilah yang kiranya tidak begitu diperhatikan lagi oleh para pembelajar kaligrafi, pegiat kaligrafi dll di era sekarang ini. Mudahnya akses terhadap sumber-sumber bacaan dan referensi karya kaligrafi di era yang serba digital seperti sekarang memang sangat memudahkan bagi para pegiat kaligrafi untuk belajar dan berinovasi. Tetapi sangat disayangkan jika dalam kemudahan tersebut justru melunturkan nilai-nilai luhur dalam kaligrafi seperti tanggung jawab keilmuan. Sebagai pengingat, bahwa khat bukan sekedar keterampilan dan kesenian, tetapi juga keilmuan dan falsafah sekaligus. Wallahu A’lam. 

Bibliografi:

Naji Zainuddin, Mushawwar al-Khat al-Arabi

Nashar Mansur, Nidzam al-Ijazah

https://ar.m.wikipedia.org/wiki

https://www.facebook.com/share/HU5S7FzMPPj9Dsnr/?mibextid=xfxF2

https://www.facebook.com/waleed.a3dami?mibextid=ZbWKwL

https://hamidionline.net/mengenal-istilah-al-aqlam-as-sittah/

 

Penulis: Bukhori Ibnu Athoillah 

Jombang, 25 Mei 2024

Berita Terbaru